Tak Mau Bergantung dengan Starlink, Indonesia Berencana Kembangkan Satelit LEO Sendiri
By Admin
JAKARTA-- Satelit Low Earth Orbit (LEO) rencananya akan dikembangkan pemerintah. Jika hal ini dijalankan, perlu dilakukan pendaftaran penggunaan slot orbit (filing) satelit NGSO untuk orbit equatorial.
Menteri Kominfo Budi Arie menekankan bahwa rencana ini dipertimbangkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna satelit LEO saja.
"Rencana ini dipertimbangkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna satelit LEO, tapi juga menjadi pengembang yang kompetitif di level global," ujar Budi, dikutip dari situs web resmi Kominfo, Selasa (4/6/2024).
Untuk itu Budi mendiskusikan kemungkinan kerja sama dengan International Telecommunication Union (ITU) dalam merealisasikan rencana tersebut.
Hal tersebut dia sampaikan saat menemui Sekretaris Jenderal ITU Doreen Bogdan-Martin di Jenewa, Swiss.
Sekjen ITU menyambut baik dan menyampaikan bahwa Indonesia dapat memproses pendaftaran lebih lanjut sesuai dengan prosedur yang ada. Ia juga terbuka untuk membangun kerja sama diantara kedua belah pihak.
Beberapa bentuk kerja sama yang dimungkinkan adalah pengembangan kapasitas (capacity building), pemanfaatan berbagai forum substantif, dan dukungan para ahli.
Budi memberikan apresiasi yang tinggi atas kerja sama yang terus berjalan antara Kominfo dan ITU. Demikian juga dengan Sekjen ITU yang menyambut hangat kolaborasi yang selama ini telah berjalan, serta pengembangan kerja sama ke depan.
Sebelumnya, internet berbasis satelit LEO dari Amerika, Starlink, baru diresmikan di Indonesia. Layanan tersebut kini sudah bisa digunakan masyarakat RI dengan biaya langganan termurah Rp 750 ribu per bulan. Sementara untuk perangkat pendukung dijual Rp 7,8 juta dengan harga promo Rp 4,6 jutaan hingga 10 Juni 2024 mendatang. (*)